REVIEW KKN DI DESA PENARI
Haloha writers,
apa kabarnya? Selasa menggoda jangan lupa bahagia ngomongin cerita
horror yuk 😊
kebetulan nih habis baca cerita yang lagi viral di twitter yaitu KKN
di Desa Penari hingga aku beneran kepo di mana sih lokasinya?
Hahaha…. Baca koment-koment di twitter maupun yang sudah review di yutub juga…
dan… yasudahlah dijadikan cukup tahu aja yah 😊
Bdw, sebelum aku menulis reviewnya,
aku sudah membaca dari sudut pandang Nur maupun Widya—tokoh yang ngalaminnya
secara langsung. Menurut aku nih writers yang kadang demen nonton
film horror, KKN di Desa Penari ini kalau dijadikan film pasti bakalan
horror banget. Bisa jadi rivalnya Pengabdi Setan. Serius dech…
etapi, meskipun horror, bakalan banyak hikmah yang bakal kita petik kok
😊
Sebagai
seorang muslim, aku sih percaya kalau yang ghaib itu ada. Entah di balik
cerita ini beneran atau malah fiksi, ya alam lain atau kehidupan
lain itu ada. Sebagai seorang manusia yang ditakdirkan dengan kesempurnaan
dibandingkan dengan makhluk lainnya, kita harus saling menghargai dan
menjunjung tinggi etika di manapun kita berada. Jangan ngelanggar
larangan dan norma yah…
Oke,
langsung cuz Review KKN di Desa Penari aja ya writers 😊
Jadi writers,
sebenarnya yang KKN di Desa Penari ini ada 14 orang yah, akan tetapi
dalam cerita hanya diceritain 6 orang saja karena itu yang saling berkaitan.
Mereka ini adalah Wahyu, Anton, Bima, Ayu, Nur dan Widya.
Cerita
berawal saat Ayu dan kawan-kawannya tengah mencari tempat untuk KKN. Dengan
bantuan kakaknya—Ilham—Ayu akhirnya mengajak Nur untuk observasi ke Desa
Penari. Desa ini berada di ujung timur, letaknya di tengah hutan dan tidak bisa
dilewati mobil. Jadi, jika ingin ke Desa Penari ini kita hanya bisa naik motor
lewat jalan setapak. Itupun melewati hutan yah writers, dan jarak desa
dari jalan raya itu sekitar 30 menitan lah.
Dengan
diantarkan oleh Ilham, Ayu dan Nur pun berangkat ke Desa Penari. Dan dalam
perjalanan, pas lampu merah, ada kakek-kakek pengemis. Beliau menatap
Nur iba, menggeleng seolah memberi isyarat : jangan ke sana. Akan
tetapi, Nur bisa apa?
Setelah
sampai di pinggir hutan menuju Desa Penari, mobil yang ditumpangin Nur,
Ayu dan Ilham ini berhenti. Sudah ada segerombolan warga yang menjemputnya. Dan
di tengah perjalanan… sesuatu yang ganjil sudah terjadi dengan Nur. Nur yang
jebolan pondok ini bisa melihat sesuatu yang ghaib writers. Di tengah
hutan, dia mendengar suara gamelan, terus dia juga melihat seorang wanita
cantik yang tengah menari di tengah hutan. Dan hanya Nur sih yang bisa
ngelihatnya.
Akhirnya,
Ilham, Ayu dan Nur pun sampai di Desa Penari. Pak Kepala Desa, Pak Prabu yang
juga teman Ilham menyambutnya hangat. Dan sebenarnya Pak Prabu ini menolak
keinginan Ayu yang ingin KKN di Desa Penari ini. Tapi… Ayu ngotot sampai
nangis-nangis dan janji enggak bakalan berbuat yang enggak-enggak.
Enggak enak sama si Ilham, akhirnya Pak Prbau menyetujuinya.
Setelah
disetujui, Ayu dan Nur sempat keliling desa gitu deh. Mau melihat
tempat-tempat yang bakalan dijadikan prokernya. Di dekat makam, ada sebuah
batu besar tertutup kain hitam dan merah, ada sesajennya, di situlah Nur
melihat sesuatu yang dia sebut genderuwo. Tapi, Nur hanya diam saja. Makhluk
itu seolah enggak suka sama Nur gitu deh… lagi dan lagi, Nur bisa apa?
Nur, Ayu
dan Ilhampun akhirnya pulang. Di sepanjang perjalanan, Nur terus berpikir.
Sebenarnya dia ragu, haruskah berlanjut nekat KKN di sana? Tapi… Ayu ngotot
bahkan dia menyuruh Nur agar mengajak Bima. Secara, Bima dan Nur itu teman
sepondokan dulu.
Okelah…
singkat cerita, Nur, Ayu, Widya, Bima, Wahyu dan Anton pergi ke Desa Penari
untuk KKN. Sebelumnya, ibunya Widya sih sudah melarang Widya buat enggak
KKN di desa itu. Namanya firasat ibu kan ya? Sudah enggak
baik duluan. Pun dengan Nur. Dan sewaktu dalam perjalanan, kakek-kakek pengemis
itu kembali menggedor-gedor kaca mobil elf yang ditumpangi Nur CS. Masih dengan
misi yang sama : jangan dilanjutkan.
Sesampainya
di pinggir hutan, Ayu CS sudah ditunggu oleh para warga. Dan lagi… Nur kembali
mendengar suara gamelan itu. Pun dengan Widya. Parahnya lagi, perjalanan yang
sebenarnya Cuma 30 menit itu terasa sejam lebih buat Widya. Terus, Nur yang
bisa melihat alam lain juga merasa diikuti oleh genderuwo itu.
Singkat
cerita aja, hal-hal ganjil mulai terjadi satu persatu. Di mulai sewaktu Pak
Prabu mengantar anak-anak KKN untuk keliling desa. Makam di desa itu, batu
nisannya ditutupi oleh kain hitam. Terus, ada pula tempat yang benar-benar
dilarang agar tidak dijamah. Dan tempat itu dibatasi dengan kain merah dan
hitam. Terus… ada kejadian ganjil pula sewaktu Widya dan Nur mandi di
Sinden—penulis menyebutnya Sinden, mungkin yang dimaksud adalah sendang). Kala
itu Nur duluan yang mandi, saat mandi Nur merasa diikuti genderuwo itu, terus
dia juga mendengar seorang tengah berkidung. Dan sebaliknya, Widya yang menunggunya
di luar juga mendengar Nur tengah berkidung. Terus saat Widya mandi, dia merasa
ada yang mengikuti juga. Pokoknya, banyak hal-hal ganjil terjadi hingga
akhirnya Nur memberanikan diri ke rumah Pak Prabu di mana di situ ada mbah-mbah
tua yang dipanggil Mbah Buyut. Nur bercerita tentang semua hal ganjil yang
terjadi padanya dan ternyata… ada yang menjaga Nur. Seorang nenek-nenek yang
konon katanya neneknya Nur, dan penunggu desa itu tidak menyukainya. Akan
tetapi, penjaga Nur tidak bisa dilepaskan karena sudah digembok dengan Nur,
karena jika lepas, Nur yang akan meninggal. Dan salah satu cara agar Nur tidak
diganggu sewaktu KKN ya melepaskan penjaga Nur tapi tidak jauh dari Nur.
Hal
ganjil yang terjadi adalah Widya yang tiba-tiba menari di pelataran rumah warga
yang ditumpanginya. Yang konon katanya, Widya diikuti oleh seorang penari dan
memang menginginkan Widya. Dan kata Mbah Buyut, jangan sampai Widya dibiarkan
sendirian.
Terus
hal ganjil yang terjadi pada Bima adalah Bima yang diam-diam sering keluar
malam, pulang membawa sesajen dan menaruh foto Widya di atas sesajennya. Wahyu
dan Anton juga sering melihat Bima onani. Anehnya, Wahyu dan Anton sering
mendengar Bima tengah tertawa-tawa, tersenyum-senyum sendiri dan di kamarnya
kadang ada suara wanita.
Tapi…
ada hal ganjil yang paling mengerikan itu sewaktu Wahyu dan Widya pergi ke kota
untuk membeli beberapa perlengkapan proker. Sebelumnya, Pak Prabu sudah
mewanti-wanti agar Wahyu dan Widya jangan pulang sampai hari gelap. Tapi mereka
melarangnya. Bahkan, saat Wahyu dan Widya beli cilok, pedagang cilok juga sudah
mewanti-wanti agar segera kembali kalau enggak ya cari penginapan. Tapi
Wahyu dan Widya ngotot ingin kembali, penjual cilokpun berpesan agar mereka
mengabaikan apa yang terjadi di sepanjang jalan. Jangan tergoda.
Tapi
sialnya, motor yang dinaiki Wahyu dan Widya malah mogok di tengah hutan. Wahyu
dan Widya tahu, tidak ada desa lain selain desa penari, tapi anehnya di
perjalanan dia melihat keramaian, suara gamelan dan penari. Wahyu dan Widya
diajak mampir, motor mereka diperbaiki. Wahyu dan Widya dijamu sampil menonton
penari. Bahkan, dia diberi oleh-oleh. Dan sampai di pondokan…. Oleh-oleh yang
tadi dilihat Wahyu adalah makanan ternyata adalah kepala monyet dengan darah
yang masih segar…. #ngeri
Masih
banyak hal ganjil terjadi lainnya, seperti Widya yang meminum air yang ternyata
ada rambutnya. Terus Widya yang melihat Nur marah-marah dan ternyata jelmaan
dari yang menjaga Nur. Widya yang menghilang dan pergi ke Sinden larangan—oh
ya, Sinden/Sendangnya ini ada 2 ya writers, di mana yang satunya itu
bisa digunakan untuk mandi dan dulu sih digunakan para penari untuk
mandi sebelum tampil dan ada satu sinden yang tidak boleh dijamah tadi. Widya
yang melihat Ayu menangis sambal menari, Widya juga melihat Bima bersama
ular-ular. Ngeri bangetlah pokoknya.
Hingga
cerita berakhir dengan Ayu yang melotot seperti mayat hidup dan Bima yang
kejang-kejang terus akhirnya meninggal. Disusul 3 bulan kemudian Ayu juga
meninggal setelah berobat ke mana-mana tapi tak kunjung pulih.
Dan
ternyata, kunci di balik semua itu ada pada Ayu dan Bima. Bima yang berniat mau
memelet Widya. Bima dan Ayu yang menyimpan mahkota dan selendang sang penari.
Terus, Bima dan Ayu yang telah berbuat mesum di Sinden yang terlarang. Duh…
☹
Dan
ternyata… sebenarnya Widya dan Nurlah yang selama ini diincar. Tetapi Nur ada
yang menjaganya dan malah salah sasaran. Oh ya, Widya dan Nur yang diincar
karena mereka masih perawan.
Jadi writers,
di desa penari ini kalau ada perawan atau perjaka yang sudah akil baligh memang
sering digoda lelembut gitu. Bahkan anak-anak di desa itu kalau sudah
akil baligh malah disuruh merantau atau pergi jauh dari desa gitu. Dan
sebenarnya, di dekat desa itu ada desa lelembut gitu, ya kayak
desa ghoiblah ya.
Pesan yang dapat kita ambil dari cerita ini tuh banyak, diantaranya :
1.
Jaga
etika di manapun kita berada, apalagi di tempat yang baru karena kita tidak
pernah tahu sejarahnya kayak apa
2.
Ikuti
aturan. Kalau dilarang ya jangan melanggar
3.
Plis
deh… jaga
nafsunya. Apalagi berbuat mesum dan berhubungan badan di sembarang tempat.
Belum nikah lagi. Bukan Cuma di agama saja yang dilarang, tapi itu juga
melanggar norma (Baca : Review
Dua Garis Biru)
4.
Sempat lupa cerita, Bima ini kan
lulusan pondok dan covernya religious. Cover religious bukan jaminan yah,
wong dia bisa tuh berbuat mesum di tempat terlarang apalagi sampai
niat hati memelet Widya
5.
Jangan
ambil jalan pintas. Melet? Duh, cinta sih cinta, tapi jangan syirik
yah 😊
6.
Firasat
seorang ibu itu banyak benarnya. Jangan disepelekan apalagi bilang : argh, Cuma
perasan…
7.
Setiap
perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya
8.
Ghoib
itu ada. Jin itu ada. Ada yang baik dan ada yang jahat. Jadi… lebih baik saling
menghormati saja
Oh ya, writers
yang penasaran bisa deh langsung baca di twitter @SimpleM81378523 atau
cari di yutub soal desa penari ini.
Saranku,
bacanya siang aja kalau writers agak penakut. Aku baca siang aja
bisa merinding kok… hehehe… lumayan horror sih. Dan kalau
dijadiin film, pengen nonton… hahaha 😊
gimana kalau writers semuanya? Oh ya, yang sudah baca, yuk ah
ngobrolin di kolom komentar… pendapat writers semua tentang KKN di Desa
Penari ini apa?